Sabtu, 05 Maret 2011

SDN Rappokaleleng


Salah satu sekolah dasar (SD) pertama di Bontonompo adalah SDN Center Rappokaleleng. Sekolah ini terletak di sebuah kampung bernama Rappokaleleng, di lingkungan Rappokaleleng, Kel. Tamallayang, Kec. Bontonompo, Kab. Gowa, Sulawesi-Selatan.


Rappokaleleng (bahasa Makassar) secara etimologi berasal dari dua kata rappo bermakna buah dan kaleleng sejenis tanaman merambat. Menurut penuturan masyarakat dari hasil probing staf The Gowa Center pada penyusunan profile sekolah mitra Pendidikan Partisipatif, dahulu kampung ini banyak ditumbuhi pohon Kaleleng. Dari keberadaan pohon-pohon itulah nama kampung ini berasal.

PAUD SPAS

   PAUD-SPAS Bontonompo sedang menyelenggarakan
   pembelajaran.

   Foto: The Gowa Center/Darmawan Denassa
Gowa Center. Sanggar Pendidikan Anak Saleh (SPAS) sejak Rabu, 23 Desember 2009 dicanangkan menjadi Pendidikan Anak Usia Dini di Sanggar Pendidikan Anak Shaleh (PAUD SPAS) oleh Hamid Muhammad, Direktur Jenderal Pendidikan Non Formal dan Informal Kemendiknas RI bersama Bupati Gowa Ichsan Yasin Limpo.
Pencangan yang dilaksanakan di Gedung Haji Bate, ketika itu dirangkaikan dengan workshop Tutor PAUD SPAS se-Kabupaten Gowa.

Awal tahun 2011 ini The Gowa Center (TGC) memperbaharui analisis terhadap PAUD SPAS dengan melakukan penelitian lebih mendalam untuk menjawab secara faktual pada efektifitas SPAS setelah menjadi PAUD SPAS. Penelitian ini mulai berlangsung sejak 2010, dengan mengambil sampel kecamatan Bontonompo dengan metode sensus.

Dari hasil pemantauan lapangan, meskipun dalam melakukan pembelajaran awal tidak bersamaan, namun dari 14 unit SPAS di Bontonompo semuanya telah menyelenggarakan PAUD. Sanggar melaksanakan sesuai kemampuan dan potensi  masing-masing desa dan posisi sanggar. Faktor lain yang mempengaruhi  disparitas aktif dan kurang aktifnya penyelanggaraan pendidikan di sanggar dipengaruhi  oleh dedikasi  yang dimiliki  tutor dan pengelola. Indikator pengukuran kinerja tutor dan pengelola penting karena mereka menerima honor setiap bulan yang berasal dari APBD kabupaten.

Indikator kinerja tutor dan pengeloa ini menjadi salah satu alasan TGC melakukan penelitian selain pada tujuan utama menemukan formulasi yang tepat untuk keberlanjutan sanggar. Agar pemkab bisa mengambil langkah yang tepat bukan semata-mata menghubungkannya dengan jumlah anggaran yang telah dialokasikan pada sanggar sejak tahun 2005 sampai saat ini, tetapi memberikan solusi bagaimana penanganan yang tepat agar keberadaan sanggar memberi dampak yang lebih baik dan lebih luas. Masyarakat (Gowa) bahkan sejarah pendidikan formal di Indonesia sudah tidak bisa mengelak dari keberadaan SPAS.

TGC akan mengumumkan hasil analisis pada PAUD SPAS beberapa waktu kedepan, semoga hasil analisis tersebut dapat memberi semangat khususnya pada tutor dan pengelola yang telah dipercayakan untuk terlibat aktif membangun generasi melalui pendidikan. (DN)