Selasa, 19 April 2011

Tari Pakarena


Simbol Perempuan Makassar

oleh
Darmawan Denassa

Tari Pakarena merupakan salah satu tari dari komunitas Makassar. Tari ini dikategorikan tari sakral karena ditarikan bukan dalam semua kesempatan.  Dikenal pula bahwa tari Pakarena terdiri atas beberapa jenis  yang berhubungan dengan fungsi.  Terdapat tari Pakarena yang ditarikan untuk menyembuhkan penyakit,  mengindari wabah, dll.  Ada pandangan bahwa gerakan dalam tari Pakarena merupakan simbolisme dari  petunjuk  yang ditinggalkan Raja Gowa pertama  Tu Manurunga ri Tamalate  kepada   manusia di bumi.   Oleh karena itu lahir pendapat bahwa pada abad ke-17  tari ini sudah diperagakan.

Penuh Simbolisasi
Tari Pakarena sering dikaitkan dengan karakter umum perempuan Makassar. Perempuan yang menjaga dirinya meski ditengah ujian dan godaan yang besar. Ini diwakilkan pada gerak penari Pakarena yang tidak pernah mengangkat kakinya meski suara gendang yang mengiringinya ditabu dengan keras dan bertalu-talu dalam bahasa Makassar dikenal dengan sebutan pakanjarak.

Ganrang atau paganrang merupakan pengiring Tari Pakarena.
Tradisi ganrang sudah dimiliki masyarakat Gowa sejak lama.
Foto: Denassa
Terdapat pula pemahaman bahwa tari Pakarena berawal dari kisah perpisahan penghuni botting langi (Negeri Kayangan) dengan penghuni lino (bumi) zaman dahulu. Sebelum berpisah, botting langi mengajarkan kepada penghuni lino mengenai tata cara hidup, bercocok tanam hingga cara berburu lewat gerakan-gerakan tangan, badan, dan kaki. Gerakan inilah yang kemudian menjadi tarian ritual ketika penduduk di bumi menyampaikan rasa syukur kepada penghuni langit.

Tak mengherankan jika gerakan dari tarian ini sangat artistik dan sarat makna, halus bahkan sangat sulit dibedakan satu dengan yang lainnya. Tarian ini terbagi dalam 12 bagian. Setiap gerakan memiliki makna khusus. Posisi duduk, menjadi pertanda awal dan akhir Tarian Pakarena. Gerakan berputar mengikuti arah jarum jam, menunjukkan siklus kehidupan manusia.

Sementara gerakan naik turun, tak ubahnya cermin irama kehidupan. Aturan mainnya, seorang penari Pakarena tidak diperkenankan membuka matanya terlalu lebar. Demikian pula dengan gerakan kaki, tidak boleh diangkat terlalu tinggi.

Amma Coppong

Maccoppong Daeng Rannu (alm) warga Lombasang di Kelurahan Bulutana, Kec. Tinggimoncong,  dikenal  oleh pencinta budaya dan seni di Sulsel sebagai maestro Tari Pakarena. (DN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar